Huh !
Brengseknya Aku
Judul ini diambil dari sebuah
buku yang menurut saya “Keren”, kenapa ? karena dari buku itu saya belajar jadi
orang brengsek *eh , tidak – tidak dari situ saya berfikir lagi, menerka-nerka
siapa sebenarnya diri ini . Penasaran ? yuk kita bahas sedikit isi dari buku
yang dikarang olek kak Edi Mulyono ini.
Edi Mulyono
Huh brengseknya aku ! : menatap cermin betapa brengseknya aku, kamu dan
dia / Edi Mulyono.—yogyakarta : diva Press, 2011.
225 hlm.: ill.; 20 cm.
-
ISBN 978-602-978-477-0
1.
Subyek I.
Judul
Buku ini memuat bahasa yang mudah dimengerti dalam
setiap babnya, walaupun seringkali penjelasan atau kisah didalamnya
dianalogikan dengan sesuatu yang sedikit frontal, aneh tapi masuk akal. Buku ini
juga mengajak kita untuk teruys instrospeksi diri, menjelajahi siapa diri kita
sebenarnya.
Berapa banyak orang yang tersakiti atas kelakuan kita,
berapa banyak orang yang tanpa sadar kita lukai hatinya hanya karena kata-kata
yang keluar dari mulut kita ?, trak sadar bukan ? coba ingat-ingat berapa
sering kita bahagia diatas penderitaan teman kita, sahabat kita bahkan keluarga
kita. Pernahkah berfikir berapa banyak orang yang kita temui disetiap harinya ?
sedikit memberi kenyamanan hanya dengan senyuman. Intinya dalam bab ini dikupas
mengenai ego yang seringkali mnyelimuti diri dengan berbagai sudut pandang yang
rapi.
“ begitu mudahnya orang-0orang menyediakan diri
menari-nari diatas luka orang lain akibat salah dan khilafnya, untuk sejurus
kemudian ramai-ramai menghujat pelakunya sebagai sibrengsek, amoral, nista,
sampah, iblis, seakan dirinya adalah penjaga kualitas moral bagi semua orang” (
hal.24)
Heyy, sadar orang itu lagi terpuruk masih saja kita
mencacinya, seakan kita lebih baik. Kita sering tak sadar siapa sebenarnya yang
brengsek itu ? bahkan bisa jadi kita lebih brengsek dari mereka yang kita hujat
habis-habisan atas kekhilafannya.
Lalu, coba pikirkan apakah hujatankita itu akan
memberikan dampak positif “energi penting” bagi pihak yang sedang terpuruk ? jawabannya
Tidak ! bahkan yang akan tersa nantinya adalah terjelembab ke lembah hitam,
seolah tiada arti lagi hidup ini, laksana dirinya sudah nggak layak dikatakan
sebagai manusia lagi. ingat sekali lagi apa benar kita lebih mulia dari
siterpuruk yang kita hujat itu ?
Jangan-jangan kita inilah sesungguhnya calon penghuni
neraka lantaran begitu seringnya kita berdusta, menipu, menyakiti hati orang
lain. So, plis, gaess nggak ada pentingnya sama sekali kita menjadi
bagian dari para penghujat kehilafan orang lain karena sesungguhnya kita masih
bisa menjadi kemungkinan terjerumus kedalam kekhilafan.
Kembali lagi, intinya selalu berkaca pada diri sendiri
apakah kita itu memang baik ? atau masih meragukan.
“ apakah gelembung ego itu kemudian meledak meledak
menjadi amarah, amukan atau permusuhan, sungguh tergantung dari soal
personality kita masing-masing “ hal.122
Masih banyak lagi pembahasan dari buku ini,
kesimpulannya menurut saya dalam setiap babnya mengajarkan kita untuk lebih
berhati-hati dalam berbicara dan bertingkah sehingga tidak lagi menyakiti hati
orang lain, kemudian juga melarang kita untuk terus menjejali pikiran dan hati
kita dengan segala penyakit hati yang membuat kita tak terkendali lagi.
Sekian. semoga bermanfaat
Astagfirullaah ... betapa bnyak hati yg tersakiti oleh tingkah , betapa bnyak telingah yg bising oleh cemohan kita , betapa bnyak mata yang terpejam oleh tatapan bngis kita dan betapa bnyak mulut yang terdiam oleh kata kata kasar kita . Smga Allah snntiasa memelihara iman n islam kita dngan yg sesungguhnya Allah ridhoi . Aamiin
BalasHapusLidah manusia memang bagai pedang, jika tak pandai menggunakannya bisa jadi akan membuat celaka diri sendiri terlebih orang lain. menuju perilaku baik memang tak mudah, tapi apa salahnya jika kita mencoba agar bisa bertutur dan bertindak secara bijak dalam berbagai situasi. Karena dari ucapan dan perilaku lah yang akan menentukan tingkat kenyamanan hidup kita.
BalasHapusKoreksi dari saya:
masih banyak penulisan kata yang belum benar mungkin karna ngantuk atau emang salah ketik 😀, misalnya: kata tak (Trak), orang-orang (orang-0orang), di atas (diatas). ada juga beberapa kata yg nyambung tanpa spasi.
Sedikit komentar mengenai bukunya, walaupun saya belum baca bukunya tapi secara sekilas yg saya pahami dari postingan ini. Buku tersebut menyajikan kondisi-kondisi real dalam kehidupan kita dimana ucapan atupun tutur kata seseorang seringkali menggores luka pada hati orang lain.
BalasHapusMungkin tujuan dari sang penulis buku ini agar pembaca senantiasa bermuhasabah diri (introspeksi diri), "sudah benarkah diri ini hingga tega melaknat orang lain dengan perkataan kita?". mungkin tujuan lainnya dari buku tersebut untuk sarana dakwah sang penulis.
Lidah manusia memang bagai pedang, jika tak pandai menggunakannya bisa jadi akan membuat celaka diri sendiri terlebih orang lain. menuju perilaku baik memang tak mudah, tapi apa salahnya jika kita mencoba agar bisa bertutur dan bertindak secara bijak dalam berbagai situasi. Karena dari ucapan dan perilaku lah yang akan menentukan tingkat kenyamanan hidup kita.
BalasHapusKoreksi dari saya:
masih banyak penulisan kata yang belum benar mungkin karna ngantuk atau emang salah ketik 😀, misalnya: kata tak (Trak), orang-orang (orang-0orang), di atas (diatas). ada juga beberapa kata yg nyambung tanpa spasi.
Terimakasih kepada para pembaca atas komentar, kritik dan sarannya, kedepannya penulis akan berusaha memperbaiki supaya lebih baik
BalasHapusJadi sadar gimana harus berhati-hati dalam menjaga ucapan ..
BalasHapusGood book , thanks